Bersabarlah

Bersabarlah dalam menunggu pertolongan dan kemenangan. Bersabarlah bersamanya. Sadarlah kepadanya, dan jangan melupakannya.Janganlah engkau sadar setelah mati, Karena sadar setelah mati itu tidak berguna bagimu.Sadarlah sebelum mati. Bangunlah sebelum kamu di bangunkan, supaya kamu tidak menyesal di hari penyesalanmu yang tidak berguna dan perbaikilah hatimu, seseungguhnya jika hatimu baik, maka seluruh keadaanmu akan menjadi baik.

Hati yang baik

oleh Nasihat Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani

Hati di katakan baik bila di isi dengan takwa, tawakal, tauhid, dan ikhlas kepadanya dalam semua amalan. Bila tidak ada sifat2 tersebut, berarti hati dalam keadaan rusak. Hati ibarat burung dalam sangkar , ibarat biji dalam kelopak, dan ibarat harta dalam gudang. Yakni ia seperti burung bukan sangkar, ibarat biji bukan kelopak, dan seperti harta bukan gudangnya. Ya Allah sibukkan anggota badan kami untuk menaati-mu dan sibukkan hati kami untuk mengenalimu sepanjang hidup kami siang dan malam. Masukkan kami dalam golongan orang2 salih terdahulu, berilah kami rezeki dengan sesuatu yang telah engkau berikan kepada mereka. Engkau untuk kami sebagaimana engkau untuk mereka. Amin

Engkau untuk Allah swt

Engkau untuk Allah swt .Sebagaimana orang2 shalih untuk-nya sehingga engkau mendapat sesuatu sebagaimana yang mereka dapatkan. Jika engkau menginginkan Allah Azza wajalla bersamamu, maka sibukkanlah dirimu dengan menaatinya, sabar bersamanya, serta ridha akan perbuatannya terhadapmu. Kaum itu telah zuhud pada dunia dan mengambil bagian mereka daripadanya dengantangan takwa dan wara'. Kemudian mereka mencari akhirat dan melakukan amal2 untuknya. Mereka mendurhakai nafsunya dan menaati tuhannya. Mereka menasehati nafsunya sendiri kemudian menasehati oranglain.

Nasehati dirimu sendiri

Wahai ghulam, nasehati dirimu terlebih dahulu, barulah kemudian menasehati orang lain. Engkau harus lebih memperhatikan nasib dirimu. Janganlah engkau menoleh pada orang lain sedangkan dalam dirimu masih ada sesuatu yang harus di perbaiki. Celaka engkau. Engkau ingin menyelamatkan orang lain sedangkan dirimu sendiri dalam keada'an buta. Bagaimana orang buta dapat menuntun orang lain ? yang bisa menuntun manusia hanyalah orang yang dapat melihat. Yang bisa menolong mereka dari tenggelam di lautan hanyalah orang yang tangkas berenang. Yang dapat menuntun manusia kepada Allah Azza wa jalla hanyalah orang yang telah memiliki ma'rifat kepada-nya. Adapun orang yang tidak mengenalnya, bagaimana mungkin ia dapat menunjukkan kepada-nya ? Engkau tidak mempunyai hak untuk berbicara tentang kebebasan perilaku Allah swt. Engkau harus mencintainya dan beramal untuk-nya, bukan untuk lainnya. Ini merupakan ungkapan hati, bukan hanya di lidah. INi adalah bisikan nurani, bukan gerakan lahir. Jika tauhid berada di pintu rumah sedangkan syirik berada di dalam rumah, itu kemunafikan namanya. Celaka engkau, lidahmu takut tetapi hatimu menentang. Lidahmu bersyukur sedang hatimu kufur. 

Jika engkau benar2 hambanya

Celaka, engkau mengaku menjadi Hambanya, tetapi menaati selain dia. Jika engkau benar2 Hamba-Nya, engkau tentu akan setia kepada-Nya. Seorang mukmin yang yakin tidak mengikuti nafsu, syaitan, dan keinginannya. Ia tidak mengenal syaitan, apalagi menaatinya. Ia tidak mempedulikan dunia, apa lagi tunduk kepadanya. Bahkan ia akan menghinaka dunia dan mencari akhirat. Jika dia berhasil meninggalkan dunia dan sampai kepada tuhannya, maka dia akan murni beribadah kepadanya sepanjang hayatnya, sebagaimana yang di kehendaki Allah swt.

Tidurlah di dalam pelukan takdir

Wahai ghulam, tidurlah di dalam pelukan takdir berbantalkan sabar, berselimut pasrah, sambil beribadah menantikan pertolongan Allah awt.Jika kamu berbuat demikian, Allah swt, akan melimpahkan karunia yang tidak kamu duga. Menyerahlah pada ketentuan Allah swt.Terimalah pesan ini. Kepasrahanku kepada takdir telah membuatku semakin dekat dengan Dzat yang maha menentukan. Kemarilah, kita bersimpuh di hadapan Allah swt. Dan bersimpuh kepada takdir dan perbuatan-Nya. Kita tundukkan zhahir danbatin kita. Kita menerima takdir dan berjalan di atasnya. Kita memuliakan utusan raja karena melihat yang mengutusnya. Juka kita bersikap demikianterhadapa-Nya, sikap itu akan mengantarkan kita untukbershuhbah kepada-Nya.

Minum dari lautan ilmu

Engkau akan minum dari lautan ilmunya, memakan dari gugusan karunianya, dan berbahagia dalam sentuhan rahmatnya. Sungguh, keadaan ini hanya di berikan kepada satu diantara sejuta orang. Wahai ghulam, engkau harus selalu bertakwa, janganlah mengikuti nafsu dan kawan2 yang jahat. Seorang mukmin tidak boleh lelah dalam memerangi mereka. Janganlah memasukkan pedang ke dalam sarungnya, bahkan jangan turun dari keduanya. Dia tidur seperti para wali, makan ketika telah lapar, yang di bicarakan dan diam menjadi perangai mereka. Hanya ketentuan Allah dan perbuatan Allah yang membuat mereka berbicara. Allah swt. Yang menggerakkan lidah mereka untuk berbicara sebagaimana Allah telah menggerakkan anggota badan merkea untuk berbicara kelak pada hari kiamat. Allah swt. Yang menjadikan sesuatu dapat berbicara sebagaimana menjadikan benda2 dapat berbicara. Jika Allah swt. Menghendaki itu semua untuk mereka, maka Allah akan menyediakannya. Allah swt. Telah menghendaki agar berita gembira dan peringatan itu sampai kepada manusia.Agar dapat meminta pertanggung jawaban ke atas mereka, maka Allah swt. Telah mengutus para nabi dan rasul a.s Manakalah Allah swt. Telah mengirim para ulam untuk meneruskan kerja tersebut, maka Allah swt. Telah mengirim para ulama untuk meneruskan kerja tersebut dan membangun umat manusia. Nabi bersabda, "Ulama adalah pewaris para nabi"

Tinggalkanlah rasa tamak

Hai yang ternoda karena ketamakannya, andai kata kau bersama penghuni bumi bersatu untuk mendatangkan sesuatu yang bukan bagianmu, maka kalian semua tidak akan mampu mendatangkannya. Oleh karena itu tinggalkanlah rasa tamak untuk mencari sesuatu ( rezeki ) yang telah ditetapkan untukmu, maupun yang tidak ditetapkan untukmu. Apakah pantas bagi seorang yang berakal untuk menghabiskan waktunya memikirkan sesuatu yang telah selesai pembagiannya....?

Jangan lupakan fakir miskin

Nasihat Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani

Berpuasalah! Tetapi ketika berbuka jangan lupakan faqir miskin. Berilah mereka sedikit makanan yang kau gunakan untuk berbuka. Jangan makan sendiri, sebab orang yang makan sendiri dan tidak memberi makan orang lain, dikhawatirkan kelak akan menjadi miskin dan hidup susah.

Perut kalian kenyang, tetangga kalian kelaparan, tetapi kalian mengaku sebagai Mukmin. Iman kalian tidaklah sah, jika kalian memiliki banyak makanan sisa, keluarga kalian telah makan, tetapi kalian tolak seorang peminta yang berdiri di depan pintu kalian, sehingga ia pergi dengan tangan hampa.

Jika ini kalian lakukan, ketahuilah, tak lama lagi kalian akan mengetahui berita kalian, kalian akan menjadi sepertinya, kalian akan diusir sebagaimana kalian mengusir peminta itu ketika kalian mampu memberinya.

Sungguh celaka dirimu, mengapa engkau tidak segera bangun dan memberikan sesuatu yang kau miliki dengan tanganmu sendiri. Andaikata kalian mau bangun dan memberinya sesuatu, maka kalian telah melakukan dua kebaikan, yaitu merendahkan diri kepada sang peminta dan berderma kepadanya. Lihatlah Nabi kita Muhammad saw, beliau berderma kepada peminta, memerah susu onta dan menjahit pakaian beliau dengan kedua tangan beliau sendiri. Bagaimana kalian berani mengaku sebagai pengikut beliau saw, perbuatan beliau saw. Kalian hanya pandai mengaku, tetapi tidak memiliki bukti….

Mengenal Syeh Ibnu Athoillah Asy-Syakandary (Pengarang Kitab Al Hikam)

Kelahiran dan keluarganya Pengarang kitab al-Hikam yang cukup populer di negeri kita ini adalah Tajuddin, Abu al-Fadl, Ahmad bin Muhammad bin Abd al-Karim bin Atho’ al-Sakandari al-Judzami al-Maliki al-Syadzili. Ia berasal dari bangsa Arab. Nenek moyangnya berasal dari Judzam yaitu salah satu Kabilah Kahlan yang berujung pada Bani Ya’rib bin Qohton, bangsa Arab yang terkenal dengan Arab al-Aa’ribah. Kota Iskandariah merupakan kota kelahiran sufi besar ini. Suatu tempat di mana keluarganya tinggal dan kakeknya mengajar. Kendatipun namanya hingga kini demikian harum, namun kapan sufi agung ini dilahirkan tidak ada catatan yang tegas. Dengan menelisik jalan hidupnya DR. Taftazani bisa menengarai bahwa ia dilahirkan sekitar tahun 658 sampai 679 H.Ayahnya termasuk semasa dengan Syaikh Abu al-Hasan al-Syadili -pendiri Thariqah al-Syadziliyyah-sebagaimana diceritakan Ibnu Atho’ dalam kitabnya “Lathoiful Minan “ : “Ayahku bercerita kepadaku, suatu ketika aku menghadap Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili, lalu aku mendengar beliau mengatakan: “Demi Allah… kalian telah menanyai aku tentang suatu masalah yang tidak aku ketahui jawabannya, lalu aku temukan jawabannya tertulis pada pena, tikar dan dinding”.Keluarga Ibnu Atho’ adalah keluarga yang terdidik dalam lingkungan agama, kakek dari jalur nasab ayahnya adalah seorang ulama fiqih pada masanya. Tajuddin remaja sudah belajar pada ulama tingkat tinggi di Iskandariah seperti al-Faqih Nasiruddin al-Mimbar al-Judzami. Kota Iskandariah pada masa Ibnu Atho’ memang salah satu kota ilmu di semenanjung Mesir, karena Iskandariah banyak dihiasi oleh banyak ulama dalam bidang fiqih, hadits, usul, dan ilmu-ilmu bahasa arab, tentu saja juga memuat banyak tokoh-tokoh tasawwuf dan para Auliya’ SholihinOleh karena itu tidak mengherankan bila Ibnu Atho’illah tumbuh sebagai seorang faqih, sebagaimana harapan dari kakeknya. Namun kefaqihannya terus berlanjt sampai pada tingkatan tasawuf. Hal mana membuat kakeknya secara terang-terangan tidak menyukainya.Ibnu Atho’ menceritakan dalam kitabnya “Lathoiful minan” : “Bahwa kakeknya adalah seorang yang tidak setuju dengan tasawwuf, tapi mereka sabar akan serangan dari kakeknya. Di sinilah guru Ibnu Atho’ yaitu Abul Abbas al-Mursy mengatakan: “Kalau anak dari seorang alim fiqih Iskandariah (Ibnu Atho’illah) datang ke sini, tolong beritahu aku”, dan ketika aku datang, al-Mursi mengatakan: “Malaikat jibril telah datang kepada Nabi bersama dengan malaikat penjaga gunung ketika orang quraisy tidak percaya pada Nabi. Malaikat penjaga gunung lalu menyalami Nabi dan mengatakan: ” Wahai Muhammad.. kalau engkau mau, maka aku akan timpakan dua gunung pada mereka”. Dengan bijak Nabi mengatakan : ” Tidak… aku mengharap agar kelak akan keluar orang-orang yang bertauhid dan tidak musyrik dari mereka”. Begitu juga, kita harus sabar akan sikap kakek yang alim fiqih (kakek Ibnu Atho’illah) demi orang yang alim fiqih ini”.Pada akhirnya Ibn Atho’ memang lebih terkenal sebagai seorang sufi besar. Namun menarik juga perjalanan hidupnya, dari didikan yang murni fiqh sampai bisa memadukan fiqh dan tasawuf. Oleh karena itu buku-buku biografi menyebutkan riwayat hidup Atho’illah menjadi tiga masa :Masa pertama Masa ini dimulai ketika ia tinggal di Iskandariah sebagai pencari ilmu agama seperti tafsir, hadits, fiqih, usul, nahwu dan lain-lain dari para alim ulama di Iskandariah. Pada periode itu beliau terpengaruh pemikiran-pemikiran kakeknya yang mengingkari para ahli tasawwuf karena kefanatikannya pada ilmu fiqih, dalam hal ini Ibnu Atho’illah bercerita: “Dulu aku adalah termasuk orang yang mengingkari Abu al-Abbas al-Mursi, yaitu sebelum aku menjadi murid beliau”. Pendapat saya waktu itu bahwa yaang ada hanya ulama ahli dzahir, tapi mereka (ahli tasawwuf) mengklaim adanya hal-hal yang besar, sementara dzahir syariat menentangnya”.Masa kedua Masa ini merupakan masa paling penting dalam kehidupan sang guru pemburu kejernihan hati ini. Masa ini dimulai semenjak ia bertemu dengan gurunya, Abu al-Abbas al-Mursi, tahun 674 H, dan berakhir dengan kepindahannya ke Kairo. Dalam masa ini sirnalah keingkarannya ulama’ tasawwuf. Ketika bertemu dengan al-Mursi, ia jatuh kagum dan simpati. Akhirnya ia mengambil Thariqah langsung dari gurunya ini.Ada cerita menarik mengapa ia beranjak memilih dunia tasawuf ini. Suatu ketika Ibn Atho’ mengalami goncangan batin, jiwanya tertekan. Dia bertanya-tanya dalam hatinya : “apakah semestinya aku membenci tasawuf. Apakah suatu yang benar kalau aku tidak menyukai Abul Abbas al-Mursi ?. setelah lama aku merenung, mencerna akhirnya aku beranikan diriku untuk mendekatnya, melihat siapa al-Mursi sesungguhnya, apa yang ia ajarkan sejatinya. Kalau memang ia orang baik dan benar maka semuanya akan kelihatan. Kalau tidak demikian halnya biarlah ini menjadi jalan hidupku yang tidak bisa sejalan dengan tasawuf.Lalu aku datang ke majlisnya. Aku mendengar, menyimak ceramahnya dengan tekun tentang masalah-masalah syara’. Tentang kewajiban, keutamaan dan sebagainya. Di sini jelas semua bahwa ternyat al-Mursi yang kelak menjadi guru sejatiku ini mengambil ilmu langsung dari Tuhan. Dan segala puji bagi Allah, Dia telah menghilangkan rasa bimbang yang ada dalam hatiku”.Maka demikianlah, ketika ia sudah mencicipi manisnya tasawuf hatinya semakin tertambat untuk masuk ke dalam dan lebih dalam lagi. Sampai-sampai ia punya dugaan tidak akan bisa menjadi seorang sufi sejati kecuali dengan masuk ke dunia itu secara total, menghabiskan seluruh waktunya untuk sang guru dan meningalkan aktivitas lain. Namun demikian ia tidak berani memutuskan keinginannya itu kecuali setelah mendapatkan izin dari sang guru al-Mursi.Dalam hal ini Ibn Athoilah menceritakan : “Aku menghadap guruku al-Mursi, dan dalam hatiku ada keinginan untuk meninggalkan ilmu dzahir. Belum sempat aku mengutarakan apa yang terbersit dalam hatiku ini tiba-tiba beliau mengatakan : “Di kota Qous aku mempunyai kawan namanya Ibnu Naasyi’. Dulu dia adalah pengajar di Qous dan sebagai wakil penguasa. Dia merasakan sedikit manisnya tariqah kita. Kemudian ia menghadapku dan berkata : “Tuanku… apakah sebaiknya aku meninggalkan tugasku sekarang ini dan berkhidmat saja pada tuan?”. Aku memandangnya sebentar kemudian aku katakan : “Tidak demikian itu tariqah kita. Tetaplah dengan kedudukan yang sudah di tentukan Allah padamu. Apa yang menjadi garis tanganmu akan sampai padamu juga”.Setelah bercerita semacam itu yang sebetulnya adalah nasehat untuk diriku beliau berkata: “Beginilah keadaan orang-orang al-Siddiqiyyin. Mereka sama sekali tidak keluar dari suatu kedudukan yang sudah ditentukan Allah sampai Dia sendiri yang mengeluarkan mereka”. Mendengar uraian panjang lebar semacam itu aku tersadar dan tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Dan alhamdulillah Allah telah menghapus angan kebimbangan yang ada dalam hatiku, sepertinya aku baru saja melepas pakaianku. Aku pun rela tenang dengan kedudukan yang diberikan oleh Allah”.Masa ketiga Masa ini dimulai semenjak kepindahan Ibn Atho’ dari Iskandariah ke Kairo. Dan berakhir dengan kepindahannya ke haribaan Yang Maha Asih pada tahun 709 H. Masa ini adalah masa kematangan dan kesempurnaan Ibnu Atho’illah dalam ilmu fiqih dan ilmu tasawwuf. Ia membedakan antara Uzlah dan kholwah. Uzlah menurutnya adalah pemutusan (hubungan) maknawi bukan hakiki, lahir dengan makhluk, yaitu dengan cara si Salik (orang yang uzlah) selalu mengontrol dirinya dan menjaganya dari perdaya dunia. Ketika seorang sufi sudah mantap dengan uzlah-nya dan nyaman dengan kesendiriannya ia memasuki tahapan khalwah. Dan khalwah dipahami dengan suatu cara menuju rahasia Tuhan, kholwah adalah perendahan diri dihadapan Allah dan pemutusan hubungan dengan selain Allah SWT.Menurut Ibnu Atho’illah, ruangan yang bagus untuk ber-khalwah adalah yang tingginya, setinggi orang yang berkhalwat tersebut. Panjangnya sepanjang ia sujud. Luasnya seluas tempat duduknya. Ruangan itu tidak ada lubang untuk masuknya cahaya matahari, jauh dari keramaian, pintunya rapat, dan tidak ada dalam rumah yang banyak penghuninya.Ibnu Atho’illah sepeninggal gurunya Abu al-Abbas al-Mursi tahum 686 H, menjadi penggantinya dalam mengembangkan Tariqah Syadziliah. Tugas ini ia emban di samping tugas mengajar di kota Iskandariah. Maka ketika pindah ke Kairo, ia bertugas mengajar dan ceramah di Masjid al-Azhar.Ibnu Hajar berkata: “Ibnu Atho’illah berceramah di Azhar dengan tema yang menenangkan hati dan memadukan perkatan-perkatan orang kebanyakan dengan riwayat-riwayat dari salafus soleh, juga berbagai macam ilmu. Maka tidak heran kalau pengikutnya berjubel dan beliau menjadi simbol kebaikan”. Hal senada diucapkan oleh Ibnu Tagri Baradi : “Ibnu Atho’illah adalah orang yang sholeh, berbicara di atas kursi Azhar, dan dihadiri oleh hadirin yang banyak sekali. Ceramahnya sangat mengena dalam hati. Dia mempunyai pengetahuan yang dalam akan perkataan ahli hakekat dan orang orang ahli tariqah”. Termasuk tempat mengajar beliau adalah Madrasah al-Mansuriah di Hay al-Shoghoh. Beliau mempunyai banyak anak didik yang menjadi seorang ahli fiqih dan tasawwuf, seperti Imam Taqiyyuddin al-Subki, ayah Tajuddin al-Subki, pengarang kitab “Tobaqoh al-syafi’iyyah al-Kubro”.Sebagai seoarang sufi yang alim Ibn Atho’ meninggalkan banyak karangan sebanyak 22 kitab lebih. Mulai dari sastra, tasawuf, fiqh, nahwu, mantiq, falsafah sampai khitobah.Karomah Ibn AthoillahAl-Munawi dalam kitabnya “Al-Kawakib al-durriyyah mengatakan: “Syaikh Kamal Ibnu Humam ketika ziarah ke makam wali besar ini membaca Surat Hud sampai pada ayat yang artinya: “Diantara mereka ada yang celaka dan bahagia…”. Tiba-tiba terdengar suara dari dalam liang kubur Ibn Athoillah dengan keras: “Wahai Kamal… tidak ada diantara kita yang celaka”. Demi menyaksikan karomah agung seperti ini Ibnu Humam berwasiat supaya dimakamkan dekat dengan Ibnu Atho’illah ketika meninggal kelak.Di antara karomah pengarang kitab al-Hikam adalah, suatu ketika salah satu murid beliau berangkat haji. Di sana si murid itu melihat Ibn Athoillah sedang thawaf. Dia juga melihat sang guru ada di belakang maqam Ibrahim, di Mas’aa dan Arafah. Ketika pulang, dia bertanya pada teman-temannya apakah sang guru pergi haji atau tidak. Si murid langsung terperanjat ketiak mendengar teman-temannya menjawab “Tidak”. Kurang puas dengan jawaban mereka, dia menghadap sang guru. Kemudian pembimbing spiritual ini bertanya : “Siapa saja yang kamu temui ?” lalu si murid menjawab : “Tuanku… saya melihat tuanku di sana “. Dengan tersenyum al-arif billah ini menerangkan : “Orang besar itu bisa memenuhi dunia. Seandainya saja Wali Qutb di panggil dari liang tanah, dia pasti menjawabnya”.Ibn Atho’illah wafatTahun 709 H adalah tahun kemalangan dunia maya ini. Karena tahun tersebut wali besar yang tetap abadi nama dan kebaikannya ini harus beralih ke alam barzah, lebih mendekat pada Sang Pencipta. Namun demikian madrasah al-Mansuriyyah cukup beruntung karena di situlah jasad mulianya berpisah dengan sang nyawa. Ribuan pelayat dari Kairo dan sekitarnya mengiring kekasih Allah ini untuk dimakamkan di pemakaman al-Qorrofah al-Kubro.

Dibalik Perjalanan WUSUL

Seandainya saja anda tidak sampai (wushul) padaNya, kecuali harus melalui sirnanya keburukan-keburukan anda, dan terhapusnya klaim-klaim anda, maka anda pasti tidak akan pernah sampai kepadaNya selama-lamanya.

Namun, apabila Allah Ta'ala hendak mewushulkan dirimu padaNya, maka Allah menutupi sifatmu dengan SifatNya, dan menirai karaktermu dengan KarakterNya. Maka Wushul anda kepadaNya, adalah karena dari Dia kepadamu, bukan dari dirimu kepadaNya.

Wushul kepada Allah adalah mengenal Allah dan segala hal dirinya berada dalam liputan Ilahi. Namun bila Allah hendak mewushulkan anda, Allah Ta'ala menutupi dan menirai sifat-sifat anda, dengan Sifat-sifat Allah Ta'ala, dengan jalan Allah menfanakan anda dan mentajalikan Baqo' Nya, dan semua itu tidak akan terjadi manakala tidak ada kematian nafsu, pengkasan ego kepala, dan penyerahan ruh, dan menyerahkan segala hal yang bersifat duniawi.

Namun tidak satu pun bisa sempurna, tak satu pun mampu menmbersihkan dirinya secara total, bahkan seorang hamba tidak akan bisa membuang klaim-klaim alam ruhaninya, kecuali melalui pertolongan Allah Azza wa Jalla. Dan seluruh proses penfanaan itu adalah bukan perbuatan hamba atau upaya si hamba. Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily menegaskan, "Seorang wali tidak akan sampai kepada Allah Ta'ala manakala dalam dirinya masih ada syahwat, atau masih ada keinginan mengatur dan keinginan berupaya." Seseorang tidak bisa sampai kepada Allah Ta'ala dengan "aku"nya, dengan "diri"nya.

Semua karena fadhal dan rahmatnya Allah swt. Karena itu kita harus terus menerus bergantung dengan Allah swt, bergantung dengan Sifat-sifatNya dengan meleburkan diri, sirna dan fana kepadaNya, namun semua itu akan gagal manakala tidak mendapatkan pertolongan dari Allah Ta'ala. Maka, di masyarakat kita, banyak orang mengaku wushul, banyak orang merasa telah ma'rifat, banyak orang merasa telah sampai kepada Allah Ta'ala, padahal jangankan bisa sampai kepada Allah, untuk membuang klaim dirinya bisa begini dan begitu saja, manusia tidak mampu. Allah Ta'ala lah yang bisa menenggelamkan kefakiran anda dalam Maha CukupNya, menghapus kelemahan anda dalam Maha KuatNya, ketakberdayaan anda dalam Maha KuasaNya, rasa hina anda dalam Maha MulyaNya. Semua karena Allah Ta'ala jua. Bukan karena diri anda, amal anda, perjuangan anda, ikhtiar anda. Bukan itu semua.

TENTANG CINTA

Engkau durhaka kepada Allah,
dan sekaligus menaruh cinta kepada-Nya.
Ini adalah suatu kemustahilan.
Apabila benar engkau mencintai-Nya,
pastilah engkau taati semua perintah-Nya.
Sesungguhnya orang menaruh cinta,
Tentulah bersedia mentaati perintah orang yang dicintainya.
Dia telah kirimkan nikmat-Nya kepadamu,
setiap saat dan tak ada rasa syukur,
yang engkau panjatkan kepada-Nya.

Jalan Menuju Allah oleh Al Hikam K.H. Imron Jamil (jombang)

KADANGKALA DIBUKAKAN KEPADA KAMU PINTU TAAT TETAPI TIDAK DIBUKAKAN PINTU MAKBUL PERMINTAAN. KADANGKALA KAMU TERDORONG KE DALAM DOSA TETAPI DOSA ITU MENJADI SEBAB MENYAMPAIKAN KAMU (KEPADA ALLAH S.W.T).MAKSIAT YANG MELAHIRKAN RASA HINA DIRI (KEPADA ALLAH S.W.T) DAN RASA BERHAJAT KEPADA-NYA LEBIH BAIK DARIPADA TAAT YANG MELAHIRKAN RASA MEGAH DAN TAKBUR.

Allah s.w.t menyediakan beberapa jalan bagi hamba-Nya mendekatkan diri kepada-Nya. Ada jalan positif dan ada jalan negatif. Jalan positif adalah jalan taat dan jalan negatif adalah jalan maksiat. Kedua-dua jalan tersebut berbeza pada permulaannya tetapi mempunyai persamaan pada akhirannya. Walau jalan mana yang dilalui ia tidak sunyi dari ujian. Orang yang melalui jalan taat berkemungkinan diuji dengan permintaannya tidak dimakbulkan. Ujian yang seperti ini baik bagi mendidik rohaninya. Biasanya orang yang mengambil jalan taat cenderung untuk melihat kepada amal ketaatannya. Amal ibadat yang dilakukan dengan banyak sangat menyenangkan hatinya. Dia mudah merasakan ketaatannya itulah yang menyampaikannya kepada Tuhan. Dia melihat perubahan yang berlaku pada dirinya dari malas beribadat kepada rajin beribadat, sifat-sifat yang tidak baik tertanggal darinya, lalu dia mengaitkan kebaikan yang berlaku pada dirinya dengan amal ibadat yang dikerjakannya. Dia meletakkan pencapaiannya pada amalannya. Dia juga mudah merasakan bahawa dirinya sudah suci bersih, sudah hampir dengan Allah s.w.t dan tentu sahaja Allah s.w.t memperkenankan segala permintaannya.

Tanpa dia menyedari perasaan yang demikian menghalang kemajuan rohaninya. Perasaan tersebut memperkuatkan kesedaran diri sendiri kerana dia dikuasai oleh kepentingan diri sendiri. Sifat ini tidak sesuai bagi mendekati Allah s.w.t kerana orang yang hampir dengan Allah s.w.t lebih senang dengan pilihan Allah s.w.t dari kehendak diri sendiri. Bertambah hampir dengan Allah s.w.t bertambahlah dia karam dalam kerelaan terhadap takdir Ilahi, sehingga dia tidak mempunyai kepentingan diri sendiri lagi, semuanya diserahkan kepada Allah s.w.t.

Orang yang masih mempunyai hajat dan permintaan adalah orang yang belum bulat penyerahannya kepada Allah s.w.t. Dia masih dihijab oleh kepentingan duniawi atau ukhrawi. Jika Allah s.w.t berkehendak menyampaikan hamba ini kepada-Nya, maka Dia akan menghancurkan kepentingan dirinya sehingga dia tidak berhajat kepada apa-apa lagi kecuali sampai kepada Allah s.w.t. Dalam proses menghancurkan kepentingan diri itu permintaannya tidak dimakbulkan. Apabila permintaannya tidak dimakbulkan sedangkan amal ketaatannya sangat banyak, dia akan mengalihkan pandangannya dari ketaatannya kepada Allah s.w.t yang memegang hak memberi dan menolak. Dia tidak lagi melihat amal ketaatannya menjadi sebab untuknya sampai kepada Allah s.w.t. Dia akan melepaskan pergantungan kepada amal ketaatan lalu dia menyerahkan dirinya kepada Allah s.w.t. Penyerahan membawanya reda dengan apa yang Allah s.w.t takdirkan untuknya. Apabila dia reda dengan Allah s.w.t dan Allah s.w.t reda dengannya maka dia dibawa hampir kepada-Nya. Masuklah dia ke Hadrat Allah s.w.t tanpa sebarang kepentingan diri sendiri.

Jalan satu lagi adalah jalan orang yang melakukan kesalahan, dosa dan maksiat. Kebanyakan orang yang sampai kepada Allah s.w.t, melalui jalan ini. Syaratnya mereka tidak berputus asa dari rahmat Allah s.w.t. Manusia pertama diciptakan Allah s.w.t, iaitu Adam a.s telah melakukan kesalahan kerana tidak berpegang kepada amanat yang Allah s.w.t pertaruhkan kepadanya. Firman Allah s.w.t:Kemudian mereka berdua (Adam dan Hawa) memakan (buah) dari (pohon) itu, lalu terdedahlah kepada mereka aurat masing-masing, dan mereka mulailah menutupnya dengan daun-daun dari syurga; dan dengan itu derhakalah Adam kepada Tuhannya, lalu tersalah jalan (dari mencapai hajatnya). Kemudian Tuhannya memilihnya (dengan diberi taufik untuk bertaubat), lalu Allah menerima taubatnya serta diberi petunjuk. ( Ayat 121 – 122 : Surah Taha )

Adam a.s telah melakukan kesalahan tetapi beliau a.s mengakui kesalahan tersebut dan bertaubat kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t menerima taubat beliau a.s dan menjadikan beliau a.s sebagai hamba pilihan dan membimbingnya. Apa yang berlaku kepada Adam a.s seharusnya menjadi teladan kepada umat manusia sekaliannya. Adam a.s tidak berdolak-dalik, tidak mengada-adakan alasan. Beliau a.s mengakui dengan jujur akan kesilapannya dan memohon keampunan dari Allah s.w.t serta berserah diri kepada-Nya. Kesilapan Adam a.s diabadikan di dalam kitab-kitab suci, dibaca oleh semua umat manusia pada semua zaman. Adam a.s tidak terkilan kerana Allah s.w.t mendedahkan kesalahannya kepada sekalian makhluk. Beliau a.s tidak meminta Allah s.w.t menyembunyikan kesalahan yang telah dibuatnya itu. Beliau a.s reda dengan apa juga keputusan Allah s.w.t. Apabila seseorang reda dengan keputusan Allah s.w.t, tidak ada siapa lagi yang ditakutinya kecuali Allah s.w.t.

Sikap yang ditunjukkan oleh manusia umum berbeza daripada sikap yang telah ditunjukkan oleh bapa mereka, Adam a.s. Biasanya ejekan, sindiran dan kata-kata orang ramai mempengaruhi jiwa seseorang yang pernah berbuat salah. Dia akan berikhtiar bersungguh-sungguh untuk menyembunyikan kesalahannya. Jika kesalahannya diketahui oleh orang lain dia akan berasa terhina. Manusia umum malu kepada sesama manusia tetapi tidak malu kepada Allah s.w.t yang sentiasa melihat perbuatannya. Berbeza dengan Adam a.s, malunya kepada Allah s.w.t membuatnya lupa kepada yang lain dan rela dengan apa juga yang Allah s.w.t kenakan kepadanya sebagai hukuman. Beliau a.s diberikan hukuman yang sangat berat, iaitu dikeluarkan dari syurga, tempat yang senang lenang, kepada dunia yang penuh dengan kepayahan. Beliau a.s menerima kehidupan yang sukar ini dan menghabiskan hayatnya di atas muka bumi dengan berbuat taat kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t memuji sikap tersebut:Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji, atau menganiaya diri sendiri, mereka segera ingat kepada Allah lalu memohon ampun akan dosa mereka, dan sememangnya tidak ada yang mengampunkan dosa-dosa melainkan Allah, dan mereka juga tidak meneruskan perbuatan keji yang mereka telah lakukan itu, sedang mereka mengetahui (akan salahnya dan akibatnya). Orang-orang yang demikian sifatnya, balasannya ialah keampunan dari Tuhan mereka, dan syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya; dan yang demikian itulah sebaik-baik balasan (bagi) orang-orang yang beramal. ( Ayat 135 – 136 : Surah a-li ‘Imran )

Kesalahan, maksiat dan dosa sering melahirkan manusia yang insaf, bertaubat dan kembali kepada Allah s.w.t. Mereka menghambakan diri sepenuhnya kepada-Nya. Allah s.w.t senang dengan mereka lalu Dia membawa mereka hampir dengan-Nya. Keadaan mereka jauh lebih baik daripada orang yang pada zahirnya kuat berbuat taat tetapi batinnya diselimuti oleh ujub dan takbur, melihat diri sudah sempurna dan berbangga dengan banyaknya amal yang dikerjakan dan ilmu yang dimiliki. Orang yang ujub dan takbur dijauhkan dari Allah s.w.t, sedangkan mereka menyangka bahawa mereka didekatkan.

INDAHNYA ISLAM

PUASA UNTUK KITA YANG BELUM MENIKAH
Al-Bukhari meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair, Ibnu ‘Abbas bertanya kepadaku: "Apakah engkau sudah menikah?" Aku menjawab: "Belum." Dia mengatakan: "Menikahlah, karena sebaik-baik umat ini adalah yang paling banyak isterinya". ‘Abdullah bin Mas’ud berkata: "Seandainya aku tahu bahwa ajalku tinggal 10 hari lagi, niscaya aku ingin pada malam-malam yang tersisa tersebut seorang isteri tidak berpisah dariku". Imam Ahmad ditanya: "Apakah seseorang diberi pahala bila mendatangi isterinya, sedangkan dia tidak memiliki syahwat?" Ia menjawab: "Ya, demi Allah, karena ia menginginkan anak. Jika tidak menginginkan anak, maka ia mengatakan: 'Ini adalah wanita muda.' Jadi, mengapa ia tidak diberi pahala?". Maisarah berkata, Thawus berkata kepadaku: "Engkau benar-benar menikah atau aku mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan ‘Umar kepada Abu Zawaid: 'Tidak ada yang menghalangimu untuk menikah kecuali kelemahan atau banyak dosa". Wahb bin Munabbih rahimahullah berkata: "Bujangan itu seperti pohon di tanah gersang yang diombang-ambingkan angin, demikian dan demikian."
MENIKAH ITU WAJIB BAGI YANG MAMPU
Nikah dapat mengembalikan kekuatan dan kepemudaan badan. Karena ketika jiwa merasa tenteram, tubuh menjadi giat. Inilah seorang Sahabat yang menjelaskan hal itu kepada kita, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Alqamah Radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan: “Aku bersama ‘Abdullah (bin Mas’ud), lalu ‘Utsman bertemu dengannya di Mina, maka ia mengatakan: ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, sesungguhnya aku mempunyai hajat kepadamu.’ Kemudian keduanya bercakap-cakap (jauh dari ‘Alqamah). ‘Utsman bertanya kepadanya: ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, maukah aku nikahkan engkau dengan seorang gadis yang akan mengingatkanmu pada apa yang dahulu pernah engkau alami?’ Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami: ‘Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu untuk menikah, maka menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah; karena puasa dapat mengendalikan syahwatnya."
PAHALA BERSETUBUH DENGAN ISTRI
Saudaraku semuslim, aktivitas seksualmu dengan isterimu guna mendapatkan keturunan, atau untuk memelihara dirimu atau dirinya, maka engkau mendapatkan pahala; berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu, bahwa sejumlah Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah mendapatkan banyak pahala. Mereka melaksanakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, dan mereka dapat bershadaqah dengan kelebihan harta mereka." Beliau bersabda: "Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa yang dapat kalian shadaqahkan. Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada yang ma'ruf adalah shadaqah, mencegah dari yang munkar adalah shadaqah, dan persetubuhan salah seorang dari kalian (dengan isterinya) adalah shadaqah."
Hadits dari Abu Sa’id maula (budak yang telah dimerdekakan) Abu Usaid. Ia berkata: “Aku menikah ketika aku masih seorang budak. Ketika itu aku mengundang beberapa orang Shahabat Nabi, di antaranya ‘Abdullah bin Mas’ud, Abu Dzarr dan Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhum. Lalu tibalah waktu shalat, Abu Dzarr bergegas untuk mengimami shalat. Tetapi mereka berkata: ‘Kamulah (Abu Sa’id) yang berhak!’ Ia (Abu Dzarr) berkata: ‘Apakah benar demikian?’ ‘Benar!’ jawab mereka. Aku pun maju mengimami mereka shalat. Ketika itu aku masih seorang budak. Selanjutnya mereka mengajariku, ‘Jika isterimu nanti datang menemuimu, hendaklah kalian berdua shalat dua raka’at. Lalu mintalah kepada Allah kebaikan isterimu itu dan mintalah perlindungan kepada-Nya dari keburukannya. Selanjutnya terserah kamu berdua...!’”
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan orang-orang yang mengadakan walimah agar tidak hanya mengundang orang-orang kaya saja, tetapi hendaknya diundang pula orang-orang miskin. Karena makanan yang dihidangkan untuk orang-orang kaya saja adalah sejelek-jelek hidangan. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "“Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”. Sebagai catatan penting, hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin.
WALI AQAD NIKAH
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman. Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali". Disyaratkan adanya wali bagi wanita. Islam mensyaratkan adanya wali bagi wanita sebagai penghormatan bagi wanita, memuliakan dan menjaga masa depan mereka. Walinya lebih mengetahui daripada wanita tersebut. Jadi bagi wanita, wajib ada wali yang membimbing urusannya, mengurus aqad nikahnya.
TATA CARA MEMINAG SEORANG WANITA
Seorang laki-laki muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaklah ia meminang terlebih dahulu karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain. Dalam hal ini Islam melarang seorang laki-laki muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang membeli barang yang sedang ditawar (untuk dibeli) oleh saudaranya, dan melarang seseorang meminang wanita yang telah dipinang sampai orang yang meminangnya itu meninggalkannya atau mengizinkannya". Disunnahkan melihat wajah wanita yang akan dipinang dan boleh melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahi wanita itu. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!”
ATURAN MENIKAH
Allah tidak membiarkan para hamba-Nya hidup tanpa aturan. Bahkan dalam masalah pernikahan, Allah dan Rasul-Nya menjelaskan berbagai pernikahan yang dilarang dilakukan. Oleh karenanya, wajib bagi seluruh kaum muslimin untuk menjauhinya, seperti : (a). Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita dalam jangka waktu tertentu; satu hari, tiga hari, sepekan, sebulan, atau lebih. Para ulama kaum muslimin telah sepakat tentang haram dan tidak sahnya nikah mut’ah. Apabilah telah terjadi, maka nikahnya batal!. (b). Nikah dalam masa ‘iddah. Berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa ‘iddahnya” (c). Nikah dengan wanita-wanita yang diharamkan karena senasab atau hubungan kekeluargaan karena pernikahan.